Transfer pricing adalah metode penentuan harga atas transaksi barang, jasa, aset tidak berwujud, maupun pendanaan yang dilakukan antar perusahaan dalam satu grup usaha. Dengan kata lain, ini adalah harga yang digunakan ketika anak perusahaan, cabang, atau entitas afiliasi saling bertransaksi.
Dalam dunia bisnis global, transaksi antar perusahaan afiliasi adalah hal yang lumrah. Namun, harga yang ditentukan dalam transaksi tersebut seringkali menimbulkan pertanyaan: apakah sudah sesuai dengan nilai pasar yang wajar?
Di sinilah konsep transfer pricing atau penetapan harga transfer hadir. Isu ini tidak hanya penting bagi perusahaan multinasional, tetapi juga bagi regulator pajak di seluruh dunia. Belakangan ini, hal ini juga kerap diterapkan oleh pihak otoritas pajak untuk melakukan penyesuaian di antara perusahaan afiliasi di dalam negeri.
Hubungan Istimewa dalam Transfer Pricing

Hubungan istimewa dalam transfer pricing merujuk pada kondisi ketika dua atau lebih entitas memiliki keterkaitan yang signifikan, baik melalui kepemilikan saham, kendali manajemen, maupun hubungan keluarga yang dapat memengaruhi kebijakan bisnis dan penentuan harga transaksi. Dalam konteks perpajakan, hubungan ini penting karena potensi terjadinya transaksi tidak wajar yang dapat mengalihkan laba dari satu entitas ke entitas lain demi mengurangi beban pajak.
Kriteria transaksi-transaksi yang memiliki hubungan istimewa disebutkan lebih rinci di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023, yaitu :
- Penyertaan modal secara langsung / tidak langsung paling rendah 25%;
- Penguasaan secara langsung / tidak langsung: kesamaan manajemen dan orang pengambil keputusan, penguasaan teknologi, menyatakan diri dalam satu Grup Usaha, pihak lain menyatakan diri memiliki hubungan afiliasi.
- Hubungan keluarga sedarah dan semenda.
Tujuan Transfer Pricing
Transfer pricing pada dasarnya memiliki dua tujuan utama sebagai strategi bisnis dan sebagai potensi celah pajak. Beberapa tujuan utamanya:
- Efisiensi bisnis: memudahkan koordinasi antar entitas dalam satu grup.
- Optimalisasi pajak: mengalokasikan laba ke negara dengan tarif pajak lebih rendah.
- Pengaturan arus kas: menjaga stabilitas keuangan antar anak perusahaan.
Namun, penyalahgunaan transfer pricing dapat menyebabkan penghindaran pajak yang merugikan negara. Dengan demikian pihak DJP mengatur secara khusus untuk mengatur transaksi dengan pihak berelasi dengan tidak memberikan celah untuk menghindari Pajak di Indonesia.
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU)
Dengan adanya transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut di atas, maka Perusahaan wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) atas transaksi tersebut
Salah satu cara untuk menerapkan PKKU adalah dengan mendokumentasikan analisis kewajaran transaksi afiliasi dalam Transfer Pricing Documentation (TP Doc), yaitu Dokumen Induk dan Dokumen Lokal. Kewajiban membuat Dokumen Induk dan Dokumen Lokal menjadi keharusan apabila telah memenuhi salah satu persyaratan dibawah ini:
- Peredaran bruto pada tahun pajak sebelumnya telah melebihi Rp 50 Miliar, atau
- Transaksi barang berwujud (termasuk pembelian & penjualan) dengan pihak afiliasi pada tahun pajak sebelumnya telah melebihi Rp 20 Miliar, atau
- Transaksi barang tidak berwujud (termasuk pembayaran & pendapatan) dengan pihak afiliasi pada tahun pajak sebelumnya telah melebihi Rp 5 Miliar, atau
- Pihak afiliasi berada di negara atau mempunyai tarif pajak penghasilan yang lebih rendah dibandingkan Perusahaan.
Dalam hal Perusahaan tidak dapat menunjukan penerapan PKKU transaksi afiliasi pada saat diminta oleh pihak Kantor Pajak (DJP), maka DJP berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan / biaya untuk perhitungan pajak penghasilan (DJP dapat melakukan koreksi atas transaksi dengan pihak afiliasi) menurut kewajaran dari analisa yang mereka lakukan.
Dengan mempertimbangkan agresifitas dari pihak DJP saat ini dalam melakukan verifikasi melalui surat SP2DK dan kemungkinan adanya sampling pemeriksaan pajak untuk menggenjot target penerimaan pajak, maka ada kemungkinan TP Doc dapat diminta pada saat SP2DK serta pada saat dilakukan pemeriksaan pajak. Dengan dilakukannya pembuatan TP Doc, secara tidak langsung dapat mengurangi potensi koreksi transaksi afilasi, baik koreksi penjualan, pembelian ataupun deemed dividend serta koreksi transaksi lainnya.
Dokumentasi menjadi kewajiban penting untuk membuktikan kepatuhan terhadap kewajaran transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, dimana sesuai aturan yang berlaku saat ini, ada tiga dokumen utama yang wajib dipenuhi oleh wajib pajak, yaitu :
- Master File: gambaran umum grup usaha, struktur kepemilikan, dan aktivitas global.
- Local File: rincian transaksi afiliasi di Indonesia, metode penentuan harga, dan analisis pembanding.
- Pernyataan Country by Country Report (CbCR) wajib dilaporkan pada saat akhir tahun Pajak.
Pada prakteknya, ketiga dokumentasi tersebut akan membantu wajib Pajak dalam menghadapi pertanyaan ataupun pemeriksaan oleh pihak DJP dikemudian hari dan hal ini merupakan salah satu mitigasi cara untuk menghindari sengketa yang kemungkinan besar akan dikenakan apabila tidak menyiapkan dokumentasi yang proper. Simak informasi lengkap mengenai dunia pajak di WNA TAX.